Kamis, 18 Juni 2020

Restu Ibu Jadi Guru


T

iga puluh lima tahun, itulah usia saya saat ini. Usia dimana ketika seseorang biasanya hampir mencapai titik karirnya. Namun berbeda dengan cerita saya, pada usia ini saya baru mulai meniti karir, karir sebagai seorang Guru. Sungguh suatu pekerjaan yang mulia dan tentunya sangat bermanfaat bagi orang banyak bukan. Namun ada sekelumit cerita dan jejak mengapa saya bisa menjadi seorang guru.

Jujur saya tidak pernah bermimpi dapat menjadi seorang guru apalagi diusia saya saat ini dan tanpa pengalaman mengajar sama sekali. Terlebih lagi saat ini saya sudah berstatus menikah dan memiliki dua orang putri berusia 10 tahun dan 6 tahun. Disamping itu, saya sendiri tidak terlahir dan lulus dari jurusan kependidikan.

Lulus Sarjana Hukum pada tahun 2007 dengan predikat cumlaude dari Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan cita-cita menjadi seorang Jaksa, Hakim atau Analis Hukum di Kementerian membuat saya tidak pernah melewatkan sekalipun kesempatan mengikuti ujian Calon Pegawai Negeri Sipil. Selama 11 tahun terakhir sudah tak terhitung berapa kali saya mengikuti ujian CPNS dan yaah..begitulah, saya belum pernah sekalipun berhasil dalam ujian tersebut.

Hingga akhirnya pada tahun 2018 lalu saya mengikuti kembali ujian CPNS untuk kesekian kalinya. Namun, ada yang berbeda kali ini, saya berusaha keluar dari zona impian dan out of the box. Pada detik-detik terakhir pendaftaran, saya memilih formasi jabatan yang tidak biasa untuk jurusan saya yaitu jabatan Guru pada Kementerian Agama dengan penempatan di Provinsi Kalimantan Timur. Meskipun jauh dari cita-cita saya, namun saya sangat berharap dapat berhasil kali ini untuk dapat menjadi abdi negara, dapat membahagiakan ibu serta keluarga saya.

Akhir tahun 2018 saya mendapakan pengumuman kelulusan administrasi dan harus mengikuti test di SamarindaSaya memberanikan diri untuk berangkat ke Samarinda tanpa ditemani siapapun.

Pada waktu yang telah ditentukan, saya mengikuti ujian dengan perasaan berdebar, kawatir bahkan jujur saya tidak percaya diri. Soal demi soal saya kerjakan dengan cepat karena mengejar waktu. Dengan menggunakan sistem CAT maka nilai akan langsung muncul begitu waktu mengerjakan telah usai.

Ketika waktu habis, muncullah nilai saya dilayar dan wow Subhanallah..!!! pekik saya dalam hati, masih tidak percaya dengan apa yang saya lihat dan Alhamdulillah ternyata ini bukan khayalan, saya betul-betul LOLOS passing grade dan menjadi satu-satunya peserta yang lolos pada sesi tersebut. 

Setelah mengikuti berbagai rangkaian test ke tahap selanjutnya dan mendapat pengumuman resmi dari BKN, saya dinyatakan lolos test CPNS dengan jabatan Guru PPKN pada Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Timur. Akhirnya saya berhasil menjadi CPNS, meskipun bukan menjadi Jaksa atau Hakim, namun saya sangat bersyukur karena dilain tempat, pasti ada begitu banyak orang yang ingin berada diposisi ini dan berharap bisa berhasil.

Dibalik perjuangan ini, ada sebuah rahasia, rahasia itu adalah do’a dan restu ibu yang tak pernah habis. Saya ingat betul apa yang pernah disampaikan ibu saya beberapa kali kepada anak-anaknya. Beliau berkata “ibu ingin diantara anak-anak ibu ada yang meneruskan perjuangan ibu menjadi seorang guru, walaupun diantara kalian bertiga tidak ada yang bersekolah guru, do’a ibu bersama kalian”.

Inilah keajaiban restu dan do’a ibu yang selalu terlintas dibenaknya, dalam sholatnya dan dalam ucapannya. Meskipun saya berjuang sekuat tenaga dan pikiran untuk menjadi yang lain, namun restu dan do’a ibulah jawabannya.

Beliau memang tiada dua dan tak bisa tergantikan. Do’a dan restu dalam ucapannya adalah perlambang. Kini berkat restu dan do’a darinya saya telah menjadi seorang guru. Cita-cita yang tidak pernah terlintas dibenak saya, namun menjadi harapan besar dari seorang ibu.

Terimakasih ibu atas restu dan do'a-do'amu serta atas semua do’a yang terus kau panjatkan untuk kami disetiap malammu ! Dan kini anakmu ini meminta restumu lagi dan lagi ibu, agar bisa mengemban amanah dengan baik. Aamiin.


1 komentar:

Ibuku Guruku Inspirator Kehidupanku

  Guru, digugu lan ditiru. Ungkapan Jawa ini begitu melekat dibenak saya karena sering sekali mendengarnya sejak masa sekolah hingga  saat i...