Kamis, 19 Agustus 2021

PKn Kelas XI BAB I. Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila (2)

Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila (2)

C. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

1. Penyebab Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Faktor-faktor Pelanggaran HAM sebagai berikut:

a. Faktor Internal, yaitu dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri pelaku pelanggar HAM, di antaranya sebagai berikut:

1) Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri

2) Rendahnya kesadaran HAM

3) Sikap tidak toleran 

b. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan pelanggaran HAM, di antaranya sebagai berikut:

1) Penyalahgunaan kekuasaan

2) Ketidaktegasan aparat penegak hukum

3) Penyalahgunaan teknologi

4) Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi 

2. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia 

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia:

1. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. 

Dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas. 

2. Penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996. 

Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari. 

3. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. 

Dalam kasus ini 4 (empat) orang mahasiswa tewas. Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara, empat terdakwa divonis 2 - 5 bulan penjara dan sembilan orang terdakwa divonis penjara 3 - 6 tahun. 

4. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. 

Dalam kasus ini enam orang mahasiswa tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang mengakibatkan seorang mahasiswa tewas. 

5. Penculikan aktivis pada 1997/1998. Dalam kasus ini 23 orang dinyatakan hilang (9 orang di antaranya telah dibebaskan, dan 13 orang belum ditemukan sampai saat ini.)

D. Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) 

1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM

Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan  lainnya. Semua negara di dunia sepakat untuk menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia yang universal melalui berbagai upaya penegakan HAM.

Selain mengacu pada peraturan perundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa kepada setiap negara. Berkaitan dengan hal tersebut, Idrus Affandi dan Karim Suryadi menegaskan bahwa bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM mempertimbangkan dua hal di bawah ini: 

a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum, sosial, maupun politik harus dipertahankan dalam keadaan apa pun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB. 

b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikan dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya sedemikian rupa sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional. 

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya sebagai berikut:

 a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusia pada pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. 

Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut: 

a. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah. 

b. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi. 

c. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.  

d. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

b. Pembentukan Instrumen HAM. 

Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM. 

Peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM sebagai berikut: 

1) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab XA yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM. 

2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dikeluarkan Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998. 

3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998. 

4) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

5) Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yaitu: 

a) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, 

b) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan 

c) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

6) Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Instrumen HAM internasional yang diratifikasi di antaranya sebagai berikut: 

a. Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 59 Tahun 1958. 

b. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 68 Tahun 1958. 

c. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1984. 

d. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. 

e. Konvensi Pelarangan Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan beracun serta pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on their Destruction). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1991

f. Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 1993. 

g. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or degreeling Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1998. 

h. Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom of Association and Protection of the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998. 

i. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1999 

j. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2005. 

k. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.) Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2005.

c. Pembentukan Pengadilan HAM  

Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan HAM menjadi dasar bagi penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Di samping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.  

2. Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia 

a. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Mencegah lebih baik daripada mengobati. 

Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:

1) Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi.  

2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah. 

3) Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. 

4) Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara. 

5) Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.

 b. Membangun Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia

Hak dan kewajiban asasi manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seseorang tidak dapat menikmati hak yang dimilikinya, sebelum memenuhi apa yang yang menjadi kewajibannya. Misalnya: seorang pekerja tidak akan mendapatkan kenaikan upah apabila tidak menampilkan kinerja yang baik. 

Dengan demikian, dapat dipastikan antara hak asasi dan kewajiban asasi dalam perwujudannya harus diharmonisasikan atau diseimbangkan oleh setiap orang. Cara untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menghindarkan diri kita dari sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri. Upaya untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap tersebut dapat kalian tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ibuku Guruku Inspirator Kehidupanku

  Guru, digugu lan ditiru. Ungkapan Jawa ini begitu melekat dibenak saya karena sering sekali mendengarnya sejak masa sekolah hingga  saat i...