Jumat, 20 Agustus 2021

PKN KELAS X BAB I. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA (3)

NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK  PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA (3)

C. Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan 

1. Sistem Nilai dalam Pancasila

Sistem nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang dipandang baik. Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu. Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.

2. Implementasi Pancasila

Nilai-Nilai Pancasila dijabarkan dalam setiap peraturan perundang-undangan yang telah ada, baik itu ketetapan, keputusan, kebijakan pemerintah, program-program pembangunan dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan penjabaran nilai-nilai dasar Pancasila.

Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional.

Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusiaan dan keadilan (fairness) yang non diskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu. Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. 

3. Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

a. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha Esa:

1) Pengakuan adanya causa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 

2) Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. 

3) Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku. 

4) Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia. 

5) Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama, toleransi antarumat dan dalam beragama. 

6) Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama.

 b. Nilai Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 

1) Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan karena manusia mempunyai sifat universal. 

2) Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, hal ini juga bersifat universal. 

3) Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat. 

c. Nilai Sila Persatuan Indonesia 

1) Nasionalisme. 2) Cinta bangsa dan tanah air. 3) Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. 4) Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit. 5) Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggulangan. 

d.Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan 

1) Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 2) Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara bulat. 3) Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama. Hal yang perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai konsekuensi adanya kejujuran bersama. 4) Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di negara Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.

e. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 

1) Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan berkelanjutan. 2) Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing. 3) Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya

 

PKN KELAS X BAB I. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA (2)

NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK  PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA

B. Kedudukan dan Fungsi Kementerian Negara Republik Indonesia dan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian 

1. Tugas Kementerian Negara Republik Indonesia

Sistem pemerintahan negara Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial, dimana dalam sistem ini presidensial adalah kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan, yang kewenangannya menurut UUD NRI Tahun 1945 adalah sebagai berikut : 

1) Kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara Sebagai kepala negara, presiden Republik Indonesia berwenang : 

a) Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10) 

b) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 1) 

c) Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2) 

d) Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12) 

e) Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 1 dan 2) 

f) Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 3) 

g) Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 Ayat 1) 

h) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat 2) 

i) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15)  

2) Kewenangan Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan Sebagai kepala pemerintahan, presiden Republik Indonesia berwenang : 

a) Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1) 

b) Mengajukan Rancangan Undang Undang kepada DPR (Pasal 5 ayat 1) 

c) Menetapkan peraturan pemerintah (Pasal 5 ayat 2) 

d) Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden (Pasal 16) 

e) Mengangkat dan memberhentikan menteri- menteri (Pasal 17 ayat 2) 

f) Membahas dan memberi persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU (Pasal 20 ayat 2 dan 4) 

g) Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dalam kegentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat 1) 

h) Mengajukan RUUAPBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2) 

i) Meresmikan keanggotaan BPK yang dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat 1) 

j) Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan Komisi Yudisial dan disetujui DPR (Pasal 24A ayat 3) 

k) Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B ayat 3) 

l) Mengajukan tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan Sembilan orang hakim konstitusi (Pasal 24 C ayat 3) 

Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih berpasangan melalui pemilihan umum, serta membentuk kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan kewenangannya. Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan: 

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. 

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 

(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. 

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

Selain diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian Negara diatur dalam UU Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.

Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, yaitu: 

1) Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. 

2) Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. 

3) Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinnkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.

Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara terdiri atas: 

1) Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan. 

2) Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan. 

3) Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

 2. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia

Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya, yaitu: 

a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdiri atas: 

1) Kementerian Dalam Negeri 

2) Kementerian Luar Negeri 

3) Kementerian Pertahanan 

b. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdiri atas: 

1) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia 

2) Kementerian Keuangan 

3) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 

4) Kementerian Perindustrian 

5) Kementerian Perdagangan 

6) Kementerian Pertanian 

7) Kementerian Kehutanan 

8) Kementerian Perhubungan 

9) Kementerian Kelautan dan Perikanan 

10) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 

11) Kementerian Pekerjaan Umum 

12) Kementerian Kesehatan 

13) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 

14) Kementerian Sosial  

15) Kementerian Agama 

16) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 

17) Kementerian Komunikasi dan Informatika 

c. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, terdiri atas: 

1) Kementerian Sekretariat Negara 

2) Kementerian Riset dan Teknologi 

3) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 

4) Kementerian Lingkungan Hidup 

5) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 

6) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 

7) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 

8) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional 

9) Kementerian Badan Usaha Milik Negara 

10) Kementerian Perumahan Rakyat 

11) Kementerian Pemuda dan Olah Raga 

Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas: 

a. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan 

b. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 

c. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 

3. Lembaga Pemerintah Non Kementerian

Lembaga Pemerintah Non-Kementerian merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait.

Keberadaan LPNK diatur oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Berikut ini Daftar Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang ada di Indonesia, yaitu:

1) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; 2) Badan Informasi Geospasial (BIG); 3) Badan Intelijen Negara (BIN); 4) Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; 5) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; 6) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 7) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 8) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); 9) Badan Narkotika Nasional (BNN); 10) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB); 11) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);12) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI); 13) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di bawah koordinasi Menteri Kesehatan; 14) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); 16) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal), di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup; 17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 18) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),di bawah koordinas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 19) Badan Pertanahan Nasional (BPN), di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri; 20) Badan Pusat Statistik (BPS), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 21) Badan SAR Nasional (Basarnas); 22) Badan Standardisasi Nasional (BSN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 23) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 24) Badan Urusan Logistik (Bulog), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 25) Lembaga Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; 26) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 27) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas); 28) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP); 29) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi; 30) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan, Keamanan; 31) Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 


PKN KELAS X BAB I. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA

NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KERANGKA PRAKTIK  PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA 

A. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia 

1. Macam-Macam Kekuasaan Negara

Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara Kesatuan yang berbentuk Republik.Bentuk pemerintahan ini dipimpin oleh seorang Presiden. Indonesia memilih pemerintahan Demokrasi yang berlandaskan Pancasila. 

Kelebihan demokrasi Pancasila dilihat dari prinsip-prinsip pokoknya sebagai berikut: 

a. Mengakui persamaan kedudukan bagi seluruh rakyat Indonesia 

b. Mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban 

c. Menjamin pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa 

d. Mewujudkan rasa keadilan sosial 

e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat 

f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan 

g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional 

Kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya. 

Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Macam-Macam Kekuasaan Negara:

Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273) bahwa kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut:

a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang- undang. 

b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang. 

c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri. 

Tokoh lainnya yang berpendapat tentang kekuasaan negara, yaitu Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006: 273), ia menyatakan sebagai berikut: 

a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang. 

b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. 

c. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang- undang.

Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang sifatnya terpisah. Teori Montesquieu ini dinamakan TriasPolitika.

2. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organ maupun fungsinya. Dengan kata lain, lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya, berdiri sendiri tanpa memerlukan koordinasi dan kerja sama. Setiap lembaga menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.
di dalam mekanisme pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa di antara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerja sama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

a. Pembagian Kekuasaan Secara Horizontal 

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horisontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara. 

1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.” 

2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undangundang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.” 

4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” 

5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.” 

6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang- undang.”

Pembagian kekuasaan secara horisontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/ kota.

b. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal 

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. 

Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. 

Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. 

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 

Bagan Struktur Pemerintahan Indonesia : (Sumber http://schematicskehidupan.blogspot.com/2011/01/struktur-sosial-indonesia-rev)



Kamis, 19 Agustus 2021

PKn Kelas XI BAB I. Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila (2)

Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila (2)

C. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia

1. Penyebab Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Faktor-faktor Pelanggaran HAM sebagai berikut:

a. Faktor Internal, yaitu dorongan untuk melakukan pelanggaran HAM yang berasal dari diri pelaku pelanggar HAM, di antaranya sebagai berikut:

1) Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri

2) Rendahnya kesadaran HAM

3) Sikap tidak toleran 

b. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor di luar diri manusia yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan pelanggaran HAM, di antaranya sebagai berikut:

1) Penyalahgunaan kekuasaan

2) Ketidaktegasan aparat penegak hukum

3) Penyalahgunaan teknologi

4) Kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi 

2. Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia 

Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia:

1. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. 

Dalam kasus ini 24 orang tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan 14 terdakwa seluruhnya dinyatakan bebas. 

2. Penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia tanggal 27 Juli 1996. 

Dalam kasus ini lima orang tewas, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang. Keputusan majelis hakim terhadap kasus ini menetapkan empat terdakwa dinyatakan bebas dan satu orang terdakwa divonis 2 (dua) bulan 10 hari. 

3. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. 

Dalam kasus ini 4 (empat) orang mahasiswa tewas. Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan hukuman 4 (empat) bulan penjara, empat terdakwa divonis 2 - 5 bulan penjara dan sembilan orang terdakwa divonis penjara 3 - 6 tahun. 

4. Tragedi Semanggi I pada tanggal 13 November 1998. 

Dalam kasus ini enam orang mahasiswa tewas. Kemudian terjadi lagi tragedi Semanggi II pada tanggal 24 September 1999 yang mengakibatkan seorang mahasiswa tewas. 

5. Penculikan aktivis pada 1997/1998. Dalam kasus ini 23 orang dinyatakan hilang (9 orang di antaranya telah dibebaskan, dan 13 orang belum ditemukan sampai saat ini.)

D. Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) 

1. Upaya Pemerintah dalam Menegakkan HAM

Bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM tentu saja mengacu pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan  lainnya. Semua negara di dunia sepakat untuk menyatakan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia yang universal melalui berbagai upaya penegakan HAM.

Selain mengacu pada peraturan perundang-undangan nasional, proses penegakan HAM di Indonesia juga mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional yang pada dasarnya memberikan wewenang luar biasa kepada setiap negara. Berkaitan dengan hal tersebut, Idrus Affandi dan Karim Suryadi menegaskan bahwa bangsa Indonesia dalam proses penegakan HAM mempertimbangkan dua hal di bawah ini: 

a. Kedudukan negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat baik secara hukum, sosial, maupun politik harus dipertahankan dalam keadaan apa pun sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut dalam piagam PBB. 

b. Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus tetap mengacu kepada ketentuan-ketentuan hukum internasional mengenai HAM. Kemudian menyesuaikan dan memasukkannya ke dalam sistem hukum nasional serta menempatkannya sedemikian rupa sehingga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional. 

Pemerintah Indonesia dalam proses penegakan HAM ini telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya sebagai berikut:

 a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asas Manusia pada pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. 

Komnas HAM mempunyai wewenang sebagai berikut: 

a. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah. 

b. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi. 

c. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.  

d. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan sengketa di pengadilan.

b. Pembentukan Instrumen HAM. 

Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak asasi manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM. 

Peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur masalah HAM sebagai berikut: 

1) Pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditetapkan satu bab tambahan dalam batang tubuh yaitu bab XA yang berisi mengenai hak asasi manusia, melengkapi pasal-pasal yang lebih dahulu mengatur mengenai masalah HAM. 

2) Dalam Sidang Istimewa MPR 1998 dikeluarkan Ketetapan MPR mengenai hak asasi manusia yaitu TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998. 

3) Ditetapkannya Piagam HAM Indonesia pada tahun 1998. 

4) Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang diikuti dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang pengadilan HAM yang kemudian ditetapkan menjadi sebuah undang-undang, yaitu Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. 

5) Ditetapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yaitu: 

a) Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, 

b) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan 

c) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

6) Meratifikasi instrumen HAM internasional selama tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Instrumen HAM internasional yang diratifikasi di antaranya sebagai berikut: 

a. Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949. Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 59 Tahun 1958. 

b. Konvensi Tentang Hak Politik Kaum Perempuan (Convention of Political Rights of Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 68 Tahun 1958. 

c. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elmination of Discrimination againts Women). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1984. 

d. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. 

e. Konvensi Pelarangan Pengembangan, Produksi dan Penyimpanan Senjata Biologis dan beracun serta pemusnahannya (Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpilling of Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons and on their Destruction). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1991

f. Konvensi Internasional terhadap Anti Apartheid dalam Olahraga (International Convention Againts Apartheid in Sports). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 1993. 

g. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or degreeling Treatment or Punishment). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1998. 

h. Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 87 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (ILO Convention No. 87, 1998 Concerning Freedom of Association and Protection of the Rights to Organise). Telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998. 

i. Konvensi Internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elemination of Racial Discrimination). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1999 

j. Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2005. 

k. Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.) Telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2005.

c. Pembentukan Pengadilan HAM  

Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan HAM menjadi dasar bagi penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Di samping itu, berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan terjadi di luar batas teritorial wilayah Indonesia.  

2. Upaya Penanganan Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia 

a. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Mencegah lebih baik daripada mengobati. 

Berikut ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran HAM:

1) Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi.  

2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah. 

3) Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. 

4) Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara. 

5) Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.

 b. Membangun Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia

Hak dan kewajiban asasi manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Seseorang tidak dapat menikmati hak yang dimilikinya, sebelum memenuhi apa yang yang menjadi kewajibannya. Misalnya: seorang pekerja tidak akan mendapatkan kenaikan upah apabila tidak menampilkan kinerja yang baik. 

Dengan demikian, dapat dipastikan antara hak asasi dan kewajiban asasi dalam perwujudannya harus diharmonisasikan atau diseimbangkan oleh setiap orang. Cara untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menghindarkan diri kita dari sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri. Upaya untuk mengharmonisasikan hak dan kewajiban asasi manusia merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai warga negara dari bangsa dan negara yang beradab sudah sepantasnya sikap dan perilaku kita mencerminkan sosok manusia beradab yang selalu menghormati keberadaan orang lain secara kaffah. Sikap tersebut dapat kalian tampilkan dalam perilaku di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa, dan negara.

PKn Kelas XI BAB I. Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila

 

Harmonisasi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Perspektif Pancasila

A. Konsep Hak dan Kewajiban Asasi Manusia

1. Makna Hak Asasi Manusia

Secara sederhana hak asasi manusia itu adalah hak dasar manusia menurut kodratnya. Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki oleh manusia, yang tidak dapat dilanggar dan dipisahkan.

Pengakuan terhadap hak asasi manusia pada hakikatnya merupakan penghargaan atau pengakuan terhadap segala potensi dan harga diri manusia menurut kodratnya. 

Menurut Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 

Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengartikan HAM sebagai hak-hak yang melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. Dari pengertian tersebut, maka pada hakikatnya dalam HAM terkandung dua makna: 

a. HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri setiap manusia sejak ia dilahirkan ke dunia. Hak alamiah adalah hak yang sesuai dengan kodrat manusia sebagai insan merdeka yang berakal budi dan berperikemanusiaan. Tidak ada seorang pun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya. 

b. HAM merupakan instrumen atau alat untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiannya yang luhur. Tanpa HAM manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiannya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna.

Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut: 

a. Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir.

b. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya. 

c. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dicabut atau diserahkan kepada pihak lain. d. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik, atau hak ekonomi, sosial dan budaya.

2. Makna Kewajiban Asasi Manusia

Kewajiban secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. 

Ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia.

Hak dan kewajiban asasi, keduanya memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab-akibat. Seseorang mendapatkan haknya dikarenakan dipenuhinya kewajiban yang dimiliki. 

B. Substansi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Pancasila

Salah satu karakteristik hak dan kewajiban asasi manusia adalah bersifat universal. Artinya, hak dan kewajiban asasi merupakan sesuatu yang dimiliki dan wajib dilakukan oleh setiap manusia di dunia tanpa membeda-bedakan suku bangsa, agama, ras, maupun golongan.

 Oleh karena itu, setiap negara wajib menegakkan hak asasi manusia. Akan tetapi, karakteristik penegakan hak asasi manusia berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Ideologi, kebudayaan, dan nilai-nilai khas yang dimiliki suatu negara akan memengaruhi pola penegakan hak asasi manusia di suatu negara. Contohnya di Indonesia, dalam proses penegakan hak asasi manusia berlandaskan kepada ideologi negara yaitu Pancasila, yang selalu mengedepankan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

1. Hak dan kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Dasar Pancasila

Hubungan antara hak dan kewajiban asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut:

a. Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama, melaksanakan ibadah dan kewajiban untuk menghormati perbedaan agama.

b. Kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum. 

c. Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan semangat gotong royong, saling membantu, saling menghormati, rela berkorban, dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. 

d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, atau pun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. 

e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.

2. Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Instrumental Pancasila

Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sampai dengan peraturan daerah.

Peraturan perundang-undangan yang menjamin hak asasi manusia di antaranya sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terutama Pasal 28 A – 28 J. 

b. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, didalam Tap MPR tersebut terdapat Piagam HAM Indonesia. 

c. Ketentuan dalam undang-undang organik, yaitu: 

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. 

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. 

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. 

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 

d. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. 

e. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah:

1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. 

2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat. 

f. Ketentuan dalam Keputusan Presiden (Kepres): 

1) Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 

2) Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan untuk Berorganisasi. 

3) Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Medan, dan Pengadilan Negeri Makassar.

4) Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001 tentang Perubahan Keppres Nomor 53 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

5) Keputusan Presiden Nomor Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004 - 2009

3. Hak dan Kewajiban Asasi Manusia dalam Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila.

Nilai praksis merupakan realisasi nilai-nilai instrumental suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.  

Hak asasi manusia dalam nilai praksis Pancasila dapat terwujud apabila nilai-nilai dasar dan instrumental Pancasila itu sendiri dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh warga negara.

Adapun, sikap positif tersebut di antaranya dapat kalian lihat di bawah ini:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa: 

a. Hormat-menghormati dan bekerja sama antar-umat beragama sehingga terbina kerukunan hidup 

b. Saling menghormati kebebasan beribadah sesuai agama dan kepercayaannya 

c. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain 

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: 

a. Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban antara sesama manusia 

b. Saling mencintai sesama manusia 

c. Tenggang rasa kepada orang lain 

d. Tidak semena-mena kepada orang lain 

e. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan 

f. Berani membela kebenaran dan keadilan 

g. Hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain 

3. Persatuan Indonesia: 

a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan 

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara 

c. Cinta tanah air dan bangsa 

d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia 

e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika

 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan: 

a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat 

b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain 

c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama 

d. Menerima dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah 

e. Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa 

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: 

a. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban 

b. Menghormati hak-hak orang lain 

c. Suka memberi pertolongan kepada orang lain 

d. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain 

e. Menjauhi sifat boros dan gaya hidup mewah 

f. Rela bekerja keras 

g. Menghargai hasil karya orang lain

Senin, 16 Agustus 2021

PKN KELAS XII BAB I.KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA (part 2)

KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

C. Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

1. Penyebab Terjadinya Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

Pelanggaran hak warga negara merupakan akibat dari adanya pelalaian atau pengingkaran terhadap kewajiban baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh warga negara sendiri.

Pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara di antaranya disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

a. Sikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri

b. Rendahnya kesadaran berbangsa dan bernegara

b. Rendahnya kesadaran berbangsa dan bernegara

d. Penyalahgunaan kekuasaan

e. Ketidaktegasan aparat penegak hukum

f. Penyalahgunaan teknologi

2. Kasus Pelanggaran Hak Warga Negara

Pelanggaran terhadap hak warga negara bisa kita lihat dari kondisi yang saat ini terjadi misalnya sebagai berikut:

a. Proses penegakan hukum masih belum optimal dilakukan, misalnya masih terjadi kasus salah tangkap, perbedaan perlakuan oknum aparat penegak hukum terhadap para pelanggar hukum dengan dasar kekayaan atau jabatan masih terjadi, dan sebagainya.

b. Saat ini, tingkat kemiskinan dan angka pengangguran di negara kita masih cukup tinggi

c. Makin merebaknya kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan sebagainya.

d. Masih terjadinya tindak kekerasan mengatasnamakan agama, misalnya penyerangan tempat peribadatan

e. Angka putus sekolah yang cukup tinggi

f. Pelanggaran hak cipta, misalnya peredaran VCD/DVD bajakan, perilaku plagiat dalam membuat sebuah karya

3. Kasus Pengingkaran Kewajiban Warga Negara 

Pengingkaran kewajiban warga negara banyak sekali bentuknya, mulai dari sederhana sampai yang berat, di antaranya adalah sebagai berikut. 

a. Membuang sampah sembarangan 

b. Melanggar aturan berlalu lintas, misalnya tidak memakai helm, mengemudi tetapi tidak mempunyai Surat Izin Mengemudi, tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, berkendara tetapi tidak membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan sebagainya. 

c. Merusak fasilitas negara, misalnya mencorat-coret bangunan milik umum, merusak jaringan telepon. 

d. Tidak membayar pajak kepada negara, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, retribusi parkir dan sebaganya. 

e. Tidak berpartisipasi dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, misalnya mangkir dari kegiatan siskamling

D. Penanganan Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara 

1. Upaya Pemerintah dalam Penanganan Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

Berikut ini upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara. 

a. Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan

b. Mengoptimalkan peran lembaga-lembaga selain lembaga tinggi negara yang berwenang dalam penegakan hak dan kewajiban warga negara, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). 

c. Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara oleh pemerintah. 

d. Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan hak dan kewajiban warga negara. 

e. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip kesadaran bernegara kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). 

f. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara. 

g. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing. 

Tindakan penanganan dilakukan oleh lembaga-lembaga negara yang mempunyai fungsi utama untuk menegakkan hukum, seperti berikut:

a. Kepolisian melakukan penanganan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak warga negara untuk mendapatkan rasa aman, seperti penangkapan pelaku tindak pidana umum (pembunuhan, perampokan, penganiayaan dan sebagainya) dan tindak pidana terorisme. Selain itu kepolisian juga menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran peraturan lalu lintas. 

b. Tentara Nasional Indonesia melakukan penanganan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan gerakan separatisme, ancaman keamanan dari luar dan sebagainya. 

c. Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penanganan terhadap kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan keuangan negara. 

d. Lembaga peradilan melakukan perannya untuk menjatuhkan vonis atas kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.


PKN KELAS XII BAB I. KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA (part 1)

 KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK DAN PENGINGKARAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

A. Makna Hak dan Kewajiban Warga Negara

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap pribadi manusia.

Hak warga negara merupakan seperangkat hak yang melekat dalam diri manusia dalam kedudukannya sebagai anggota dari sebuah negara.

Hak asasi sifatnya universal, tidak terpengaruh status kewarganegaraan seseorang. Akan tetapi, hak warga negara dibatasi oleh status kewarganegaraannya.

Hak warga negara Indonesia meliputi hak konstitusional dan hak hukum. Hak konstitutional adalah hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD NRI Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), sedangkan hak-hak hukum timbul berdasarkan jaminan undangundang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Kewajiban secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

kewajiban warga negara dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang harus dilakukan oleh seorang warga negara sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

Kewajiban asasi merupakan kewajiban dasar setiap orang. Dengan kata lain, kewajiban asasi terlepas dari status kewarganegaraan yang dimiliki oleh orang tersebut. Sementara itu, kewajiban warga negara dibatasi oleh status kewarganegaraan seseorang.

Hak dan kewajiban warga negara merupakan dua hal yang saling berkaitan. Keduanya memiliki hubungan kausalitas atau hubungan sebab akibat. Hak dan kewajiban warga negara juga tidak dapat dipisahkan karena bagaimanapun dari kewajiban itulah muncul hak dan begitupun sebaliknya. 

Akan tetapi, sering terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Misalnya, setiap warga negara berhak atas perkerjaan dan penghidupan yang layak. Meski menjadi hak, tetapi pada kenyataannya, banyak warga negara belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban.

B. Substansi Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Pancasila

Pancasila menjamin hak asasi manusia melalui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai Pancasila dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. Nilai Dasar,  Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Nilai Dasar Sila-Sila Pancasila 

Nilai dasar berkaitan dengan hakikat kelima sila Pancasila, Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Selain itu, nilai ini bersifat tetap dan melekat pada kelangsungan hidup negara.

Hubungan antara hak dan kewajiban warga negara dengan Pancasila dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut:

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjamin hak warga negara untuk bebas memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya serta melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. Sila pertama ini juga menggariskan beberapa kewajiban warga negara untuk: 

1) membina kerja sama dan tolong-menolong dengan pemeluk agama lain sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan masing-masing; 

2) mengembangkan toleransi antarumat beragama menuju terwujudnya kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang; serta 

3) tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. 

b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menempatkan hak setiap warga negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan hukum.  Adapun kewajiban warga negara yang tersirat dalam sila kedua ini di antaranya kewajiban untuk:

1) memperlakukan orang lain sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa; 

2) mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, dan sebagainya; 

3) mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, dan tidak semena-mena kepada orang lain; serta 

4) melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan.

c. Sila Persatuan Indonesia menjamin hak-hak setiap warga negara dalam keberagaman yang terjadi kepada masyarakat Indonesia seperti hak mengembangkan budaya daerah untuk memperkaya budaya nasional. Sila ketiga mengamanatkan kewajiban setiap warga negara untuk

1) menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan; 

2) sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara; 

3) mencintai tanah air dan bangsa Indonesia; 

4) mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika; serta 

5) memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa

 d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Sila keempat menjamin partisipasi politik warga negara yang diwujudkan dalam bentuk kebebasan berpendapat dan berorganisasi serta hak berpartisipasi dalam pemilihan umum. Sila keempat mengamanatkan setiap warga negara untuk: 

1) mengutamakan musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan; 

2) tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; dan 

3) memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih untuk melaksanakan musyawarah dan menjalankan tugas sebaik-baiknya

e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengakui hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada masyarakat. Sila kelima mengamanatkan setiap warga negara untuk: 

1) mengembangkan sikap gotong royong dan kekeluargaan dengan masyarakat di lingkungan sekitar; 

2) tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum; dan 

3) suka bekerja keras. 

 2. Nilai Instrumental, Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Nilai Instrumental Sila-Sila Pancasila

Nilai instrumental pada dasarnya merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila. Perwujudan nilai instrumental pada umumnya berbentuk ketentuan-ketentuan konstitusional mulai dari undang-undang dasar sampai dengan peraturan daerah. 

beberapa jenis hak dan kewajiban yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945:

a. Hak atas Kewarganegaraan

Pasal 26 ayat (1) dan (2), merupakan jaminan atas hak setiap orang untuk mendapatkan status kewarganegaraannya yang tidak dapat dicabut secara semena-mena.  

b. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan

Pasal 27 ayat (1), Hal ini menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan tidak adanya diskriminasi di antara warga negara. 

c. Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak Bagi Kemanusiaan

Pasal 27 ayat (2), bertujuan menciptakan lapangan kerja agar warga negara memperoleh penghidupan layak.  

d. Hak dan kewajiban bela negara

Pasal 27 ayat (3), upaya pembelaan negara merupakan hak sekaligus menjadi kewajiban dari setiap warga negara Indonesia. 

e. Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul

Pasal 28, dalam ketentuan ini, terdapat tiga hak warga negara, yaitu hak kebebasan berserikat, hak kebebasan berkumpul, serta hak kebebasan untuk berpendapat. 

f. Kemerdekan Memeluk Agama

Pasal 29, menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak warga negara atas kebebasan beragama.  

g. Pertahanan dan Keamanan Negara 

Pasal 30 ayat (1) dan (2), Ketentuan tersebut menyatakan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. 

h. Hak Mendapat Pendidikan  

Pasal 31, merupakan penegasan atas kewajiban warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar serta mewajibkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

i. Kebudayaan Nasional Indonesia 

Pasal 32, merupakan penegasan atas jaminan hak warga negara untuk mengembangkan nilai-nilai budayanya dan merupakan jaminan atas hak warga negara untuk mengembangkan dan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pergaulan.

j. Perekonomian Nasional 

Pasal 33, Pasal ini merupakan jaminan hak warga negara atas usaha perekonomian dan hak warga negara untuk mendapatkan kemakmuran.

k. Kesejahteraan Sosial 

Pasal 34, Pasal ini memancarkan semangat untuk mewujudkan keadilan sosial. 

 3. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila

Nilai praksis merupakan realisasi dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan yang terwujud dalam sikap dan tindakan sehari-hari dalam wujud sikap positif. Sikap positif tersebut di antaranya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:


I. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 

a. Hormat-menghormati dan bekerja sama antarumat beragama sehingga terbina kerukunan hidup. 

b. Saling menghormati kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 

c. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. 

II. Kemanusian yang Adil dan Beradab 

a. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia. 

b. Saling mencintai sesama manusia. 

c. Tenggang rasa kepada orang lain. 

d. Tidak semena-mena kepada orang lain. 

e. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. 

f. Berani membela kebenaran dan keadilan. 

g. Hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain

III. Persatuan Indonesia 

a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. 

b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara . 

c. Cinta tanah air dan bangsa. 

d. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia. 

e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. 

IV. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan 

a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. 

b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. 

c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d. Menerima dan melaksanakan setiap keputusan musyawarah. 

e. Mempertanggungjawabkan setiap keputusan musyawarah secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

V. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia 

a. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. 

b. Menghormati hak-hak orang lain. 

c. Suka memberi pertolongan kepada orang lain. 

d. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain. 

e. Menjauhi sifat boros dan gaya hidup mewah. 

f. Rela bekerja keras. 

g. Menghargai hasil karya orang lain.  


Ibuku Guruku Inspirator Kehidupanku

  Guru, digugu lan ditiru. Ungkapan Jawa ini begitu melekat dibenak saya karena sering sekali mendengarnya sejak masa sekolah hingga  saat i...